Rabu, 12 Maret 2008

Babi Berkaki Manusia Dalam Tradisi Natal di Papua

Babi Berkaki Manusia

dalam Tradisi Natal di PApua

Hari itu adalah hari natal tanggal dua puluh lima desember. Hari perayaan natal bagi umat kristiani di seluruh dunia, memperingati hari kelahiran Sang juru selamat Jesus Kristus. yang telah membawah damai dan penebusan atas dosa umat manusia.

Penting dijadikan sebagai ajang mengoreksi diri. Mempersiapkan hati dalam menghadapi hari-hari hidup. Seiring peringatan hari kelahiran Yesus seiring itu pula terjadi kelahiran hidup baru dalam diri kita umat manusia. Disinilah saat yang tepat untuk mempersiapkan diri meyambut tahun baru dengan hati yang baru menyongsong lembaran hidup baru di tahun yang baru. Anggur yang baru lebih baik di isi dengan kirbat yang baru karena apabila anggur baru di isi dengan kirbat yang lama maka akan merusak kirbat tersebut. Bahkan dampa­­knya akan saling berpengaruh satu sama lainnya.

Natal memang telah menjadi satu adat kebiasaan bagi orang Papua, sehingga ketika Natal tiba tradisi pesta bunuh babi secara besar-besaran bagi setiap keluarga, gereja, desa ataupun kampung adalah hari yang mereka rayakan sebagai moment yang penting. Bila hal seperti itu tidak dilakukan lalu terlewatkan maka makna natal tidak terasa. Karena bagi orang Papua makna natal itu harus di maknai secara rohani maupun jasmani artinya perubahan apapun yang telah terjadi dalam manusia kita yaitu dalam kehidupan rohani, harus dirayakan dan disambut dengan pesta barapen atau bakar batu sebagai tanda sorak-sorai dan kegembiraan. Itulah bentuk penyambutan dengan luapan ekspresi dan apresiasi natal bagi orang Papua yang tentunya telah menjadi adat kebiasaan.

Untuk memaknai natal, tidak sedikit orang yang jual beli hewan peliharaan. Apa lagi babi menjadi salah satu konsumsi pilihan terbesar di Papua saat perayaan natal. Salah satu contoh yang dapat dilihat adalah di Pasar Karang Tumaritis (KARTUM) Nabire. Di pasar ini ada tempat khusus penjualan babi di pinggir Pasar yang berseberangan dengan Terminal. Beberapa hari sebelum natal penjualnya sudah mulai berjubelan, banyak dari luar Nabire yang datang jualan di Pasar KARTUM. Maka sebelum hari Natal semua orang sudah membelinya dan mempersiapkan di rumahnya masing-masing setiap kebutuhan natal mereka.

Pada tanggal 24 desember ada dua orang ibu jalan-jalan ke pasar tersebut untuk mencari babi. Disitu sangat banyak pilihan untuk mereka membelinya, namun sebelumnya mereka mengitari tempat itu dengan melayangkan pandangan mencari mana yang cocok untuk mereka membelinya, di situ mereka berdua menemukan tiga ekor babi yang tambun-tambun. Lalu didekatinya dan menjatuhkan pilihan untuk membeli dua ekor babi untuk keluarga mereka masing-masing.

Sesampainya dirumah mereka menaruh di kandangnya yang memang sudah dipersiapkan untuk menaruh hewan yang sudah dibeli untuk persiapan penyambutan acara perayan natal tersebut, untuk besoknya dikorbankan tepat pada tanggal 25 desember 2007. Hewan yang akan dikorbankan tersebut oleh keluarga Dogopia yang bertempat tinggal di Kaliharapan, mereka menaruhnya dalam kandang yang ditutupi dengan papan kayu besi. Yang tingginya sekitar dua meter beratap daun seng. Namun apa yang mereka temukan ke esokan paginya?.

Hari itu, pagi tanggal 25 desember, moment yang mereka tunggu-tunggu sekitar jam 05.12 Wita seorang anak muda keluar melihat babi yang dalam kandang. Ternyata hewan tersebut tidak ada didalam kandang tersebut, pintu masih tetap tertutup rapat sama seperti yang mereka tutup sesudah memasukkan hewan itu. Dia tidak ketinggalan akal lalu dicarinya sekeliling rumah dan kandang tersebut. Ternyata dari jarak dua meter dari kandang tersebut laki-laki itu menemukan bekas jejak berkaki manusia yang mengawali langkahnya dari situ. Ia mengikuti sejak tersebut sampai menemukan hewan tersebut berada satu kilometer dibawa tanaman salak. Yang sebelum dimasukkan dalam kandang yang mereka tempatkan, keempat kakinya diikat namun ditemukannya kedua kaki depannya dalam kondisi terbuka sedangkan kedua kaki belakang masih terikat seperti semula selayaknya sebelum dimasukkan kedalam kandang.

Yang menggagetkan keluarga tersebut adalah kalau memang ada kaki manusia tersebut adalah pencuri dan ingin mencuri kenapa tidak bongkar pintu kandang tersebut atau apakah babi tersebut punya kaki manusia. Karena saat dari hewan tersebut dimasukkan sampai saat kejadiaan tersebut tidak pernah ada teriakan babi dan tanda-tanda lain yang mencurigakan. Maka dengan keadaan tersebut mereka pikir masih dalam kondisi baik-baik saja. Namun mereka tidak menaruh rasa curiga yang berlebihan lalu babi itu mereka pikul bawa pulang ke rumah.

Sesampainya dirumah mereka bunuh hewan tersebut namun tidak ada darah satupun yang menetes keluar dari tubunya. Dengan kejadian inipun satu sama lainnya, mereka saling berbisik, ko kenapa tidak ada darah pada hal babi kalau dibunuh biasanya banyak darah yang keluar lewat hidung, mulut juga di bagian yang di tikam. Lalu mereka bakar buluhnya di atas bara api sampai bersih. Dan diambilnya pisau yang memang sudah dipersiapkan untuk memotong. Bapak dari keluarga tersebut memotong babi itu, ia mulai menaruh pisau tajam itu di atas dada kulit babi tersebut lalu menusukkan pisau sampai mengenai gemuk dan daging yang ada di dalam dan urat pun ikut terpotong hingga kelihatan. Namun yang tidak ada setetes darah pun yang mengalir selayaknya babi yang bila di potong bagian dada tersebut biasanya banyak darah yang mengalir memang karena disitulah letak urat yang mengalirkan darah yang di aliri ke seluruh tubuhnya. Tetapi ironisnya, yang mengalir adalah cairan putih seperti air yang sangat banyak yang dialirkan dari dalam babi itu. Saat itupun mereka mulai heran ko babi ini berbeda dengan babi yang lainnya tidaka ada darah setetespun.

Sehabis memotong semuanya, mereka siap untuk memasukkannya dalam bungkusan barapen (bakar batu masakan ala Papua). Di saat mau memasukkan tidak sedikit lalat besar pemakan bangkai yang biasanya berada di kuburan mengitari potongan-potongan babi tersebut dan tempat tumpukan daun serta sayur yang akan dicampur dengan babi untuk dimasak. Lalat-lalat itu berbau busuk yang sangat menyengat. Saat itu pulah tercium bau bangkai manusia yang keluar dari babi yang telah dipotong tersebut. Hal-hal yang mencurigakan telah terjadi namun mereka meresponinya seperti bisa dengan pemikiran bahwa ”setiap potong daging apapun pasti lalat banyak disitu” jelas ibu Dogomo.

Mereka mulai memasukkan sayur, daging babi, ubi, singkong kedalam barapen tersebut lalu mereka tutup. Beberapa jam kemudian mereka angkat dan saat itupun lalat besar itu kembali berdatangan mengitari barapen yang sedang mau diangkat seolah lalat-lalat itupun turut diundang pada jam membukaan bungkusan barapen tersebut. Setelah barapennya di buka semua, bukan aroma sedap yang tercium tetapi bungkusan itu adalah bungkusan bangkai yang seolah sudah membusuk tiga empat hari lamanya yang dagingnya sudah mulai terlepas dan hancur dari tulang-tulangnya. Tulang-tulangnya putih bersih karena tidak satupun daging dan urat yang melekat pada tulang-tulang babi tersebut. Daging dan gemuk pun sudah tidak ada. Kata ibu Dogopia ”daging dan gemuk yang ada dalam babi tersebut semua menjadi semacam cairan lendir berair yang mengeluarkan bau busuk”. Jelasnya.

Semua bungkusan barapen babi tersebut akhirnya di bawa ke Pasar KARTUM tempat awal di belinya babi tersebut. Sesampai di pasar, ibu itu menjejerkannya sambil meneriakan apa yang telah terjadi dan sambil memperingatkan warga akan apa yang terjadi adalah pernah terjadi di tahun yang lalu, natal 2006. Ketika semua orang berdatangan untuk melihat apa yang telah terjadi, tidak satu orangpun yang berani melihat dari dekat karena bau yang sangat menyengat itu. Mereka hanya bisa menyaksikannya dari kejauhan empat lima meter.

Ibu Dogopia menuntut dengan tegas agar yang punya babi untuk mengembalikan uang hasil penjualan babi busuk tersebut namun penjual tersebut tidak ada di tempat. Lalu ibu itu melaporkan kejadian tersebut ke polisi untuk tolong bantu mengusut dan mencari pelaku tersebut namun apa yang di jawab oleh polisi yang bertugas mengamankan pasar KARTUM itu adalah, katanya” nanti saya suruh wartawan untuk masukkan beritanya di koran jadi sabar saja mama supaya tidak terjadi lain kali nanti. Nanti kami juga panggilkan pihak berwajib, Dinas Peternakan dan Dokter hewan agar bisa periksa babi itu dan menangani masalah ini”. Tuturnya di depan klayak ramai itu.

Sangat di sayangkan komentar seorang penegak hukum dan dia sendiri adalah pihak berwajib yang tentunya meresponi keluhan masyarakat apa yang telah terjadi, namun dia mengalikan ke pihak yang mestinya tidak secara langsung terlibat. Tanggung jawabnya dilemparkan kepada pihak lain yang bukan kerjaan mereka. Begitulah Polisi Indonesia yang selalu tidak berpihak pada masyarakatnya, lebih khusus masyarakat Papua. Namun yang selalu bekerja berdasarkan kepentingan. Semboyang yang selalu terpampang, ” polisi sahabat, pelayan, dan pengayom masyarakat adalah topeng pembohongan penutup moral atas tindakan bobrok mereka ”. Seharusnya tugas mereka adalah mengusut tuntas pelaku tersebut namun berbagai dali di pakainya. Wah.... kalau begitu terus kapan kejujuran, keadilan dan kebenaran di tegakkan. Petugas penegak kejujuran, keadilan dan kebenaran saja tidak tahu tugasnya dan tidak jujur juga tidak beres. Bapak-bapak penegak hukum semoga bisa berfungsi sesuai tugas yang diembangnya dan berlaku adil di atas tanah Papua ini.

Selama sore tanggal 25 desember ibu itu menjejerkan hewan busuk itu, namun tidak ada respon dan tindak lanjut dari petugas keamanan yang bertugas menjaga tempat itu maka akhirnya ibu Dogopia membuang babi busuk itu di tong sampah. Dan semua orang yang ramai itu membubarkan diri.

Berharap semoga tidak ada babi ngepet berkaki manusia yang membangkai dalamnya, tahun depan. Mari kitong orang rayakan natal dengan didorong oleh hati nurani yang murni dan bersih, tidak ada dorongan hati yang buruk dan merugikan sesama. Mari bangkit sambut dan rayakan sukacita natal tanda kehidupan baru bagi dunia dengan kemurnian hati. (ellya alexander tebay).

Tidak ada komentar: